Pakar sejarah mengatakan menemukan lokasi makam mantan Presiden Republik Maluku Selatan Dr Soumokil bak mencari jarum dalam jerami. Demikian disampaikan sejarawan Anhar Gonggong menanggapi desakan aktivis RMS di Belanda agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan keberadaan makam tersebut.
Tuntutan  pencarian keberadaan makam “proklamator” Republik Maluku Selatan Dr  Soumokil itu merupakan salah satu tuntutan yang diajukan John Presiden  Republik Maluku Selatan di pengasingan, John Wattilete.
Menurut  Anhar, keadaan 1960-an jauh berbeda dengan saat ini. “Jangan bayangkan  seperti eksekusi terorisme yang disiarkan langsung di televisi,” kata  sejarawan Universitas Indonesia ini, Kamis (7/10). Saat itu segalanya  dilakukan tertutup dan tidak yang mempermasalahkan Hak Asasi Manusia.
Christian  Robbert Steven Soumokil, lahir 1905, turut mendirikan Republik Maluku  Selatan pada 25 April 1950. Sebulan kemudian lulusan Universitas Leiden  Belanda ini menggantikan JH Manuhutu sebagai Presiden RMS.
Pada  awal 1960-an, kata Anhar, Presiden Sukarno mengambil langkah keras  terhadap gerakan-gerakan separatis. Di bawah pimpinan Kepala Staf  Angkatan Darat Letnan Jenderal Abdul Haris Nasution, Jakarta memberangus  pemberontakan yang muncul di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa Barat.  Tidak terkecuali RMS. “Pemimpin-pemimpin gerakan dieksekusi tanpa ada  pengadilan,” katanya.
Hampir semua  pemimpin gerakan tertangkap hidup, kecuali Abdul Qahhar Mudzakkar yang  tewas saat kontak senjata pada 1965. Eksekusi dilakukan secara rahasia,  sehingga tidak ada yang tahu lokasinya kecuali pasukan yang bertugas dan  pimpinan di garis komandonya.
Nasib  serupa dialami Dr Soumokil. Menurut Anhar, dia tertangkap di Maluku pada  1962 dan dieksekusi tanpa pengadilan tahun berikutnya. Versi lain,  seperti dikutip dari Wikipedia, menyebutkan Soumokil tertangkap di Pulau  Seram, 2 Desember 1963. April 1964, Pengadilan Militer menjatuhinya  hukuman mati dan dilaksanakan pada 12 April 1966 di Pulau Obi, Utara  Jakarta.
Pasca  ekskusi, Anhar melanjutkan, sulit mengetahui nasib jenazah. “Selesai  menembak, tugas pasukan selesai,” kata penulis biografi Qahhar Mudzakkar  ini. Masyarakat hanya mengetahui informasi kematian pemimpin  pemberontak dari media massa. “Itu pun sekedar ‘Dr Soumokil Sudah  Tewas’, tidak pernah beritakan detil,” katanya.
Menurutnya,  generasi tentara sekarang, termasuk Presiden Yudhoyono, tidak mungkin  tahu letak makam Soumokil. Itu pun dengan catatan jenazah Soumokil  dikuburkan. “Klaim di Pengadilan Belanda mengada-ada,” kata Anhar.
 


 

 
 
 
0 komentar:
Post a Comment