MARTIN HUNGAN PENSIUNAN POLISI YANG MENEMBAK MATI ANAKNYA

ALT/TEXT GAMBAR




Martin Hungan (65), pensiunan polisi dengan pangkat terakhir ajun komisaris besar, memacu mobil Isuzu Panther B 2957 NM miliknya dengan kecepatan tinggi, melewati gang di depan rumahnya di Jl Danau Sentarum, Kota Pontianak, Rabu (4/8) siang.
Mobil melaju kencang menuju Rumah Sakit Umum St Antonius. Di dalam mobil, Leo (36) terbaring dengan nafas sengal-sengal. Darah bersimbah di sekujur tubuhnya, dengan tiga luka tembakan, masing-masing di betis, paha, dan perut.

Leo sempat dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) RSU St Antonius, namun Tuhan berkehendak lain. Ia akhirnya meninggal dunia di sisi Martin, ayahnya.
Martin sendiri tak kuasa menahan dukanya. Ia seperti tercekat, tak kuasa berkata-kata. Bagaimana tidak, Leo tewas di tangannya. Tiga peluru yang melesat dari pistol yang menyalak di genggamannya, mengakhiri hidup darah dagingnya.

Peristiwa tragis itu pun seperti berkelebat kencang tanpa mampu dihentikan. Bermula ketika Leo mendatangi kediaman orangtuanya di Jl Danau Sentarum, Gang Pak Majid I, sekitar pukul 11.00 WIB.

Dalam keadaan emosi, Leo meminta uang kepada Martin. Ia juga mempertanyakan harta warisan berupa ruko yang tak kunjung bisa dijualnya. Saat itu, kejadian berlangsung di teras rumah.

Menurut Kapoltabes Pontianak, Kombes Pol Rachmat Mulyana, Leo berniat membunuh ayah dan keluarganya yang lain jika tidak diberi uang dan tidak dibagikan harta warisan.

Lantaran permintaannya tidak dipenuhi sang ayah, Leo semakin emosi, hingga berlanjut pada pertengkaran mulut ayah dan anak.

"Usai bertengkar mulut, korban menyerang dan mengejar tersangka dengan menggunakan pisau. Ketika itu, korban sempat mengancam membunuh ayah dan seluruh anggota rumahnya jika kemauannya tidak terpenuhi," ujar Kapoltabes Rachmat kepada wartawan di Mapoltabes Pontianak, Senin siang.

Merasa terancam dengan perbuatan putra pertamanya itu, Martin berlari ke kamar mengambil sepucuk pistol. Ketika keluar, ia melepas satu kali tembakan peringatan yang mengenai betis. Ia berteriak meminta Leo menghentikan serangannya, namun justru Leo semakin kalap.

"Karena semakin terdesak, beliau mengeluarkan dua kali tembakan ke arah korban. Satu mengenai paha, satu mengenai perut. Korban meninggal diduga karena satu di antara peluru menembus lambung," kata Kapoltabes.

Rachmat menjelaskan, pertengkaran antara korban dengan tersangka sudah berulang kali terjadi. Terakhir korban menjual sepeda motor dan merusak mobil milik tersangka. Karena ulah itu, tersangka marah besar. Kejadian Rabu siang tersebut menjadi puncak kemarahannya.

"Untuk memastikan apakah senjata api yang digunakan itu milik Polri atau bukan, kami akan mengirim senjata itu ke Markas Besar Polri untuk diselidiki," katanya. "Informasi sementara, senjata api tersebut diperoleh ketika terjadi kerusahan di Sambas beberapa tahun lalu," tambahnya.

Kapoltabes Pontianak menjelaskan, tersangka diancam UU No 12 tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, dengan ancaman minimal lima tahun kurungan penjara. Tersangka pensiun sejak tahun 2006 yang bertugas di lingkungan Polda Kalbar.

Rachmat menjelaskan, Martin masih menjalani pemeriksaan intensif di Mapoltabes. "Untuk beliau kita akan mengenakan pasal pembunuhan, tapi bukan berencana. Beliau terdesak," tegas Kapoltabes.

Tak Percaya

Tetangga Martin seakan tak percaya pria yang dikenal ramah itu bisa menembak anaknya sendiri. "Dulu beliau merupakan panutan masyarakat di sini, ia sering menolong sesama," ujar Parsudi (40), warga yang tinggal di sebelah rumah Martin.
Ibu rumah tangga itu menuturkan, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 11.00 WIB. Ketika itu, ia berniat menunaikan salat zuhur, namun ketika mengambil wudhu ia mendengar tiga kali suara tembakan. Ia pun bergegas keluar rumah.

Menurut dia, terdengarnya tiga kali suara tembakan tersebut diiringi suara jeritan perempuan dari dalam rumah. Warga lain di sekitar rumah Martin, yang jaraknya hanya beberapa meter dari kediaman pribadi Gubernur Kalbar Cornelis MH, menjadi heboh.

"Kami semua ketakutan, tak berani menghampiri sumber tembakan, takut-takut kami yang ditembak juga," tambah Parsudi.

"Usai bunyi tembakan itu, kami melihat Pak Martin bruru-buru mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah," katanya.
Emi, keluarga Martin, juga menyatakan kekagetannya. "Rasanya tidak percaya. Kami melihat beliau merupakan sosok bapak yang baik, dan ramah kepada setiap orang," ujarnya.
Jenazah Leo, menurut seorang kerabat yang enggan ditulis namanya, telah dibawa ke Ketapang sekitar pukul 17.00 dengan menggunakan speedboat, untuk dimakamkan di sana.

"Jenazah dibawa ke Ketapang, ke kampung halaman ibunya. Jenazah dibawa dengan menggunakan speedboat dari Rasau Jaya menuju Teluk Telano di Ketapang," ujarnya.

Di rumah duka, hanya ada bebeapa keluarga. Saat dikunjungi Tribun, Rabu malam, mereka baru saja usai berdoa. "Misa ditiadakan," paparnya.
Ia menambahkan, ada sembilan anggota keluarga yang mengantar. Di antaranya, ibu, adik, beserta keluarga lainnya.

Leo merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Martin dan Marta. Martin adalah pensiunan polisi yang pernah bertugas di Ketapang. Sedangkan adik bungsunya, juga seorang polisi yang masih aktif.

Leo meninggalkan seorang anak perempuan yang telah berumur 10 tahun dan masih duduk dibangku SD. Sedangkan istrinya telah bercerai dengannya.
Ketika ditanya lebih banyak, keluarga bungkam dan memilih menjawab tidak tahu.

"Kita juga kurang tahu persis kejadiannya. Kita hanya disuruh menunggu rumah dan keluarga juga pesan jangan layani kalau ada wartawan," ucapnya.

Sementara itu, Sirat, seorang saksi, membenarkan, antara tersangka dan korban selalu bertengkar karena masalah pembagian harta.

"Korban (Leo) selalu minta harta bagian yang besar dari orang tua. Padahal sudah dikasih satu unit ruko, tetapi tetap saja kurang, karena dia memiliki dua orang istri," kata Sirat.

Menurut Sirat, mungkin karena sudah tidak tahan lagi melihat ulah anaknya itu, maka kemarahan Pak Martin yang sehari-hari sebagai koordinator Satuan Pengamanan di lingkungan Gang Pak Madjid sudah di luar kendali.

Rumah kediaman tersangka yang menjadi tempat kejadian berada satu gang dengan kediaman pribadi Gubernur Kalbar, Cornelis.

"Sehari-hari Pak Martin cukup ramah dengan warga kami sehingga, kami tidak menyangka beliau harus berurusan dengan aparat hukum karena kasus pembunuhan anaknya sendiri," kata Sirat.

Selidiki Motif

Kapolda Kalbar, Brigjen Pol Erwin TPL Tobing, menyatakan jajaran Poltabes Pontianak akan terus menyelidiki motif utama penembakan yang dilakukan Martin, purnawirawan Polda Kalbar, terhadap anaknya hingga tewas.

"Saya sangat prihatin terjadi demikian. Seharusnya seorang purnawirawan bisa menikmati masa pensiunnya dengan tenang. Ada apa di keluarga ini? Tentu begitu kan?" katanya kepada Tribun.

Erwin menyatakan tentu ada penyebab kenapa mantan perwira menengah tersebut tega meletuskan senjata ke tubuh buah hatinya.

"Kenapa sampai menembak? Apakah tidak bisa lari, mengunci diri dalam kamar? Kenapa? Ada apa? Apakah sudah terjadi akumulasi kekecewaan? Ini perlu kita teliti lebih lanjut. Kita juga lihat latar belakang anak ini? Tentu banyak faktor melatarbelakangi," katanya.

Faktor tersebut yang menurutnya akan terus digali nantinya. "Karena menyangkut perbuatan menghilangkan nyawa orang lain, maka ada sanksinya. Apakah itu termasuk overmacht (keadaaan memaksa) atau tidak? harus ada proses penyidikan. Termasuk juga senjata api yang digunakan. Kalau bukan organik, dari mana dia dapat senjata itu?" kata Erwin.[tribunpontianak.co.id]
.
GABUNG Halaman Facebook Duniaunik.info ,dengan mengklik Tombol SUKA dibawah ini
FOLLOW TWITTER duniaunik.info ,dengan mengklik dibawah ini
http://darmawanku.files.wordpress.com/2009/07/twitter-logo.png?w=121&h=35

Kolom Komentar

0 komentar: